Membantu Proyek “Leave No Trace” (jangan meninggalkan Jejak saat berkemah)
Posted by dewan kerja ranting wonotirto at 23.19![]() |
Kegiatan jambore dunia pramuka |
Membantu Proyek “Leave No Trace” (jangan meninggalkan Jejak saat berkemah), Salah satu kegiatan menarik yang
terdapat di arena Jambore Kepramukaan Sedunia ke-22 di Rinkaby, Swedia,
adalah pameran dan lokakarya interaktif “Leave No Trace” (LNT). Ini
adalah upaya dari Gerakan Kepramukaan Sedunia agar para peserta dan
pengunjung jambore yang berlangsung dari 27 Juli sampai 8 Agustus 2011
itu lebih memahami bahwa semua kegiatan yang kita lakukan dapat
menimbulkan dampak yang berpengaruh pada kelestarian alam dan
lingkungan. LNT kini telah merupakan bagian penting dari “World Jamboree
Conservation Program” yang diadakan di setiap kegiatan akbar empat
tahun sekali itu.
Dalam pameran dan lokakarya yang
letaknya di tengah-tengah arena jambore itu, pengunjung diajak lebih
memahami bahwa kalau berkemah misalnya, diharapkan dapat mengurangi
seminimal mungkin dampak yang bisa merusak lingkungan. Pada intinya, LNT
atau Leave No Trace adalah “jangan meninggalkan jejak” atau bisa juga
disebut “jangan meninggalkan bekas atau
sampah”.
sampah”.
Saya mengetahui adanya proyek ini
sekitar sebulan lalu. Saat itu, Keith Larson, teman dari Boy Scouts of
America/BSA (organisasi kepramukaan di Amerika Serikat) yang juga teman
sesama anggota Scouts On Stamps Society International/SOSSI (organisasi
internasional kolektor prangko dengan tema Pramuka), menulis email ke
sejumlah anggota SOSSI. Dalam emailnya, Keith mengungkapkan bahwa
dibutuhkan penerjemah untuk sejumlah bahasa. Bagi yang berminat,
diharapkan mau membantu secara sukarela untuk menjermahkan bahan-bahan
tertulis dari proyek LNT dan menghubungi langsung Kordinator Proyek LNT
yang bernama Charlie Thorpe dari BSA.
Materi bahan tertulis dalam Bahasa
Inggris yang disiapkan Charlie dan tim-nya, diharapkan bisa
diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, untuk membantu para peserta yang
datang lebih dari 150 negara di dunia. Di antara bahasa-bahasa yang
ingin diterjemahkan antara lain (dalam istilah Bahasa Inggrisnya)
Arabic, Bengali, Chinese/Cantonese/Mandarin, Croatian, Danish, Dutch,
Finnish, German, Greek, Hebrew, Hindi, dan banyak lagi, termasuk
Indonesian.
Merasa terpanggil untuk ikut membantu,
saya pun segera menulis email kepada Charlie Thorpe, menanyakan apakah
sudah ada yang menerjemahkan ke dalam “Indonesian” language atau Bahasa
Indonesia? Ternyata belum ada, dan saya segera disodori daftar kata-kata
dan kalimat dalam Bahasa Inggris yang diminta untuk diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia.
Walaupun cukup tahu Bahasa Inggris, saya
sebenarnya bukan ahli Bahasa Inggris. Untunglah, istri saya yang
kebetulan Sarjana Bahasa Inggris dan banyak membantu melakukan
penerjemahan Bahasa Inggris ke Indonesia, aktif membantu saya.
Sebenarnya, karena banyak istilah yang berkaitan dengan lingkungan hidup
dan kelestarian alam, saya sempat meminta bantuan ke sebuah organisasi
internasional yang banyak mengurusi masalah lingkungan hidup di
Indonesia. Kebetulan, sejak sekitar 8-9 tahun lalu, saya mendukung
organisasi tersebut sebagai “supporter”, baik dalam bentuk dana maupun
dalam mempublikasikan aktivitas organisasi tersebut dalam kapasitas saya
sebagai seorang wartawan.
Namun, ternyata organisasi itu sama
sekali tidak membantu. Mereka hanya memberikan nama dan nomor telepon
penerjemah profesional yang biasa diminta menerjemahkan oleh organisasi
itu. Tentu saja kalau saya meminta jasa penerjemah profesional, saya
harus membayar. Padahal ini adalah kerja relawan yang sama sekali tidak
dibayar. Saya mencoba menjelaskan ke organisasi itu, dengan menanyakan
apakah saya bisa bertemu dengan satu atau dua orang yang bisa membantu
mengoreksi penerjemahan yang sudah saya lakukan, jawabannya mereka tidak
mempunyai orang yang bisa membantu, Padahal, saya tadinya mengharapkan,
karena ada beberapa istilah yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan
kelestarian alam, saya bisa mendapatkan terjemahan bakunya dalam Bahasa
Indonesia.
Jadilah saya mencoba mencari ke sana ke
mari. Termasuk ke Perpustakaan Nasional, untuk mencari buku-buku yang
sesuai. Untung di sini, ada beberapa data yang bisa saya manfaatkan.
Akhirnya, sebelum tenggat waktu 9 Juli 2011, saya bisa menyelesaikan
terjemahan dan mengirimkan ke Charlie Thorpe.
Begitulah, saat berkunjung ke arena LNT
di Jambore Kepramukaan Sedunia ke-22, saya melihat terjemahan dalam
Bahasa Indonesia, di samping terjemahan dalam bahasa-bahasa lainnya,
dalam lembaran yang disiapkan oleh panitia. Saya juga sempat bertemu
secara langsung dengan Charlie Thorpe dan tim LNT di sana. Walau baru
pertama kali bertemu dengan mereka, ikatan persaudaraan antarpramuka,
membuat kami cepat akrab.
“Thank you LNT team for giving me
opportunity to be a part of your translation team. Good luck,” begitulah
ucapan saya sambil menjabat tangan Charlie Thorpe. (Berthold DH Sinaulan, Andalan Nasional Gerakan Pramuka)
Sumber: http://www.wikimu.com
Labels: Berita Pramuka
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)